Menjadi TKI migran atau kasar katanya menjadi TKI pembantu atau sopir di Saudi kadang ada suka dan ada dukanya.Berbagai berita duka dan suka silih berganti dan meramaikan fenomena per TKI an di Saudi,terutama TKI migran,TKI informal yang sebagain besar hanya mengandalkan otot saja.
Rekan TKI yang sudah masuk Saudi seolah kecanduan untuk setelah pulang ke Indonesia selalu pulang balik lagi bekerja di Saudi kembali.
Padahal bekerja di Saudi Arabia sebagai sopir rumahan atau pembantu rumah tangga sangat rentan dan riskan terhadap perlindungan keamanan diri,terbatasnya komunikasi dengan dunia luar serta jarangnya berinteraksi sosial, menjadi warna kehidupan sehari-hari seolah Terpenjara,tetapi tetap saja menjadi TKI migran di Saudi seolah punya magnet untuk menarik eks-eks atau mantan TKI untuk kembali lagi ke sini ,Saudi Arabia.
Salahsatu sebabnya karena susahnya tenaga mereka terserap oleh lapangan kerja di dalam negeri,kalaupun mereka bisa bekerja di Indonesia tetapi gajinya tidak sebanding dengan gaji TKI sebagai sopir atau PRT di Saudi.
Para sopir dan PRT yang mantan Saudi ketika sudah tiba di Indonesia menjadi canggung untuk sekedar membuka usaha atau berwiraswasta,karena ketinggalan informasi bisnisnya atau jikalau bekerja sebagai buruh sejenis pun mereka selalu membandingkan gajinya dengan gaji ketika bekerja di Saudi.
Kenyataan membuktikan bahwa bekerja menjadi sopir dan PRT di Saudi adalah lebih baik gajinya dibanding dengan gaji dalam negeri dengan macam kerja serupa.
Meskipun sebenarnya jikalau merasakan bahwa harga diri di Saudi sebagai sopir atau pembantu kurang penghargaannya, tetapi urusan perut diri sendiri dan keluarganya di tanah air memang menjadi sebuah dilema.Harga diripun seolah diabaikan,kebanyakan membuat prinsip, tak apalah berakit-rakit dahulu ,mudah-mudahan senang di kemudian hari.
Harapan TKI Saudi semoga di hari ke depannya mereka mendapat modal yang cukup untuk membuka suatu bentuk usaha dan atau malah hanya berpikir pendek saja ,yaitu asal kebutuhan keluarga hari ini tercukupi mereka menggadaikan harga diri sekalipun sebagai kuli di negeri Saudi.
Seperti kata rekan Sopir TKI asal Sukabumi,Haji Usep berikut : "Saya bukan kecanduan tetapi terpaksa pulang pergi jadi TKI Sopir di saudi,karena anak saya udah tiga orang,satu kuliah,satu SLTA satu SMP,membutuhkan biaya total sekitar Dua Juta Rupiah setiap bulannya,kalau saya nyopir angkot di Indonesia,angka tersebut tidak bisa terpenuhi,ditambah kalau kerja disini kita jadi terpaksa tidak banyak pengeluaran karena "dipenjara" dengan jam kerja yang harus ready 18 jam sehari ,'.
Terlalu banyak kalau mau ditulis tentang semua ini,tulisan ini hanyalah mengulas sebagian saja masalah sisi kehidupan yang terlalu besar untuk di ulas tentang Buruh Migran Saudi.
Pembaca selamat siang.Terima kasih telah mampir di blog yang hampir vakum sebulan penuh karena saya tak bisa meng up date posting baru.
Selamat berkarya.
Teman mampir ya ke sini :
http://www.kompasiana.com/wierodjampang
0 comments:
Posting Komentar