"Beliau"
Oleh : A.Wierodjampang
Sudah enam kali beliau datang untuk memastikan penerimaan atau penolakan yang akan aku putuskan,beliau tidak datang sendiri ,hanya melalui para bawahannya atau tiga kali terakhir hingga hari ini yang beliau utus Mang Empud sopir pribadi beliau.
"Hanya kata iya atau tidak saja Neng,untuk saat ini..,"kata sopir beliau ketika aku masih bungkam di kursi panjang reyot ruang tamu.
Menemui sopir beliau saat ini aku hanya sendiri saja,kebetulan Emak sedang pergi bersama si Bungsu ke adiknya di Tasikmalaya.
"Entahlah Mang,saya masih harus memikirkannya dengan matang,mamang kan tahu sendiri bagaimana resiko dengan status kawin siri begitu,apalagi sebagai isteri simpanan,,"aku menjawab antara sadar dan
tidak,tapi setidaknya telah menghormati beiau dengan menjawab pertanyaan sopirnya.
"Menurut Mamang mah neng,terima saja !,perkara resmi atau tidak resmi,wah jaman sekarang yang resmi pun tidak menjamin hidupnya bahagia ," Mang Empud sopir sekaligus utusan beliau saat ini mencoba mengompori aku, mang Empud sangat kental feodalnya,mental kuli sekali dan sangat loyal sama beliau yang disebut mereka Bapak itu.
"Coba lihat si Risma yang nikah resmi,tidak dimadu, hanya mengandalkan cinta dengan si Jajang sampai saat ini masih saja belum punya rumah," mang Empud lebih jauh memberi contoh anaknya yang beberapa tahun silam tidak menerima lamaran seorang pejabat tinggi di Jakarta untuk dijadikan isteri simpanannya,tetapi Risma memilih Jajang pujaan hatinya yang hanya bekerja sebagai karyawan pabrik kemasan air minum di daerahku.
"Kata 'Bapak' kalau eneng sudah berkata iya saja,perkara akad nikahnya nanti di atur lagi,maka segera akan bapak kirim uang buat membuat rumah eneng,membeli sawah atau kebun dan akan dibukakan rekening dengan nama eneng sendiri,dengan saldo awal tiga puluh juta" panjang lebar sopir beliau setengah membujukku.
"Rekening sendiri atas nama aku..saldo awal tiga puluh juta ,lalu sebulan tiga juta...?" pikirku mulai agak sumbang kalau tidak termasuk goyah juga,iya punya rekening sendiri di bank bagi wanita kampung nan papa seperti aku adalah impian tersendiri,apalagi kata mang Empud nanti "Bapak" akan selalu mengirm uang setiap bulan tiga juta rupiah,semacam resiko dari suami ke isteri.
Hebat juga ya "belau" yang suka di sebut Bapak oleh anak buahnya,mau ngasih ke isteri simpanannya tiga juta sebulan,belum nanti pertemuannya kata mang Empud setiap Bapak ada maunya aku harus menginap di Hotel yang bintangnya tiga,ini masih kata mang Empud.
"Bagaimana neng,mamang harus segera memberitahu 'Bapak' hari ini,keputusan iya atau tidak,sekalian sebentar lagi mamang juga mau pamit,untuk persiapan besok mau ngantar 'Bapak' turba ke Jawa Timur."tambah mang Empud.
Suara sopir beliau memotong lamunanku yang semakin memusingkan hati dan kepala ini,antara butuh materi dan juga tak mau mengorbankan cinta ini,lalu berpikir pula apa nanti kata masyarakat dan tetangga,bahwa aku jadi isteri simpanan salah satu pejabat di republik ini.
Bukan bangga tetapi malu,karena jelas aku hanya mengharapkan mobil,kebun,rumah,sawah dan uangnya saja.hal ini akan jelas kelihatan oleh umum karena mereka tahu siapa aku dan keluargaku asalnya,hanya keluarga yang kurang mampu,beberapa kali Emakku kebagian uang BLT,dan sampai saat ini kami masih terdaftar resmi sebagai penerima beras miskin,rumahku sudah tidak layak disebut rumah lagi,reyot,tua ,dindingnya sudah banyak yang lapuk dimakan rayap,dan mungkin dua atau tiga tahun lagi rumah ini akan roboh dan hancur.
Mang Empud keluar sebentar dari rumah reyotku, terdengar menelepon dari handphonenya, mungkin bicara dengan si beliau "Bapak" itu yang menginginkan diriku menjadi gundiknya.
Bermula ketika beliau melihat aku di lapang Desa, saat itu aku menonton acara gunting pita sebuah proyek pemerintah di kampungku, beliau ikut dalam rombongan para gegeden pejabat yang meresmikannya.
Sejak saat itu kata mang Empud,Bapak tertarik dengan aku.lalu beliau menyuruh mencari tahu tentang aku.Dengan menginvestigasi siapa diriku ke tetangga dan penduduk sekitar rumah.
Sejak sepeninggal suami yang kawin lagi entah dimana,sudah delapan tahun ini hidup menjanda,padahal sudah punya si bungsu putri tersayang yang sekarang sudah berusia lima tahun,namun si bungsu lebih dekat ke Emak,bahkan ke aku sukanya memanggil teteh saja,kata panggilan ke kakak perempuan di daerahku.
Aku dan suami dulu menikah atas cinta kami berdua,namun perjalanan takdir memang tidak bisa ditebak oleh akal sehat,suatu waktu suami pergi yang katanya untuk merubah nasib dengan menjadi TKI ke Saudi ,namun belakangan ada kabar dari tetangga sebelah desa bahwa suamiku telah kawin lagi di Jeddah dengan sesama TKI wanita di sana.
Sejak saat itu hanya bisa pasrah saja,surat cerai tidak ada, apapun status secara tertulis tidak punya, padahal dahulu kami resmi menikah dengan akta nikah di KUA.
Setelah berunding dengan pihak mertua maka aku dikasihani oleh mereka,atau memang sengaja mereka juga tak mau lagi bermenantukan aku wanita penganggur,miskin dan papa yang selalu membebankan diri ini hanya ke suami saja,mereka menyetujui aku menggugat cerai ke pengadilan untuk mendapatkan surat janda.
Biaya sidang perceraian ini menghabiskan semua celengan tabungan dan satu kalung emas hasil kerja keras ketika ada lowongan kerja menjadi buruh harian di sebuah perkebunan yang sekarang sudah bangkrut,untuk biaya mengurus terbitnya surat janda sebagai penegasan status perkawianku.
Untuk memenuhi keperluan aku,putriku dan Emak,kami bertiga tinggal di rumah tua warisan mendiang ayah,rumah reyot hampir roboh ini,aku bekerja jadi pelayan toko di tengah kota dengan gaji hanya empat ratus ribu rupiah terpaksa pulang pergi ke tempat kerja dengan jalan kaki,menerobos pematang sawah yang membatasi rumah dan komplek pertokoan di tengah kota.
***
Sopir beliau yang tadi menelepon telah selesai,sebelum pamit tadi mang Empud menyerahkan sebuah Tas berukuran sedang,"ini..dari beliau.."kata mang Empud."jangan lupa neng jawaban ditunggu minggu depan beliau akan datang langsung menemui eneng di Hotel Mekarsari,nanti eneng saya jemput..oke,permisi.tapi sebelumnya akan menelepon dulu ke eneng hari Sabtu jam 7 pagi." mang Empud panjang lebar menerangkan hasil pembicaraan teleponnya barusan.
Ketika kubuka tas itu isinya ada baju-baju buat putriku,dua buah amplop dengan tulisan satu nama Emak satunya lagi namaku, Lisnawati .
Dan yang terkejut ada handphone Blackberry seri terbaru BB bold 9790..yang sudah di setting aktif lengkap langsung kring,kata mang Empud ini buat komunikasi Lisna dengan beliau.
Ah bikin puyeng , mana berani menenteng hp apalagi secanggih itu, cukup tahu diri aku malu dengan siapa diri ini,rumah reyot,bekerja hanya buruh harian dan kepentingan komunikasiku tidaklah menuntut hp secanggih itu,dan apa kata tetangga nanti melihat barang canggih semahal itu bagi ukuran seorang janda ,bukankah harga hp itu hampir lima juta rupiah lebih dimiliki oleh janda semiskin aku,pasti akan mengundang prasangka yang tidak-tidak bahkan akan mengundang fitnah.
Ah tidak,kuputuskan untuk berkomunikasi sehari-hari dengan membeli hp biasa saja,asal bunyi dan bisa ngomong jika sesekali beliau menghubungi.
Sebagai janda delapan tahun cukup pengalaman untuk menjaga nama baik diri ini,meskipun konsekwensinya aku di cap oleh kaum lelaki sebagai janda judes dan jutek,namun harga diriku masih berkibar di lingkunganku,sebagai janda aku tidak membuat khawatir para isteri tetangga suaminya akan kepincut aku,aku selalu pasang sikap dewasa dan jutek malah judes jika sesekali banyak suami tetangga menggoda.
Delapan tahun menjanda nama baik dan harga diri tetap terjaga,walau aku sendiri merasa lelah dan payah dengan itu,karena harus selalu bisa mengendalikan diri dalam hal apapun terutama berinteraksi sosial di lingkungan.
Atau aku harus bisa menahan hasrat biologis ketika malam-malam jendela kamarku diketuk pria hidung belang para suami tetanggaku..sialan..!
Dalam hati terdalam ketika syetan datang akupun kadang berniat untuk membuka jendela kamar dan mendapatkan sekedar kehangatan jiwa dan hati ini,tetapi segera niatan itu pergi lagi setelah kukerahkan semua keteguhan keimanan dan menyebut nama Tuhan berkali-kali.
Mungkin atas hasil investigasi anak buahnya beliau dengan hasil baiklah makanya "beliau" memilih aku mau dijadikan isteri ketiga atau keempat atau malah kedua belas tidak tahu pasti,yang jelas menurut mang Empud aku harus bersedia hanya dinikahi agama saja,nikah siri tanpa akte nikah,namun kewajiban sebagaimana layaknya suami isteri tetap akan tertunaikan sesuai waktu yang tersedia.
Masih kata mang Empud,namun jika beliau cocok sampai masa pensiun ,maka tidak menutup kemungkinan akan menikah resmi berakta nikah.Akad nikahnya diulangi nanti..wueekk..!
Deuh pusing sampai saat ini semua penjelasan orang-orang "beiau' malah menambah keruwetan pikiranku,dilema antara terima atau tidak,,semakin sulit saja mengambil keputusan.
Kalau aku terima tawarannya,harta dan uang pasti aku dapatkan namun aku sebagai isteri simpanan yang hidup tidak normal,ketemu suami sembunyi-sembunyi belum waktu yang tidak sepenuhnya kumilikki,belum nanti kalau hamil dan punya anak,belum ini belum itu,secara manusia aku ingin rasanya menolak saja.Pasti ribet berkeluarga macam begitu.pasti ya pasti ribet..!
Namun disisi lain aku dan Emak membutuhkan seorang pelindung dan seseorang yang membiayai hajat hidup kami,segala kebutuhan sandang,pangan, papan kami,tidak seperti saat ini kami berkubang di lumpur kemiskinan yang nyata,yang sangat jauh dibawah hidup layak,meskipun harga diri kami baik-baik saja di mata lingkungan namun kehidupan keluarga kami sangat tidak nyaman kadang kami kelaparan dan sama sekali tidak ada yang peduli.
Tiap hari tiap jam tiap detik aku dan emak selalu berpikir keras besok mau makan apa,besok beli beras darimana uangnya,bagaimana kalau kami sakit,bagaimana kalau rumah reyot ini roboh...dan serba kekurangan lainnya,,lalu..sekarang ada peluang untuk keluar dari lumpur kemiskinan ini.tetapi harus aku tukar dengan hatiku ini,dengan diriku ini.menikah dengan "beliau" yang anak buahnya suka memanggil "bapak" atau sesekali "pak Boss".
Jam di ruang tengah menunjukkan tujuh pagi,semalaman aku tidak tidur,sampai subuh tiba masih saja belum menemukan jawaban yang harus aku katakan sebentar lagi,ada sms semalam dari Jakarta,dari mang Empud sopir sekaligus mak comblang beliau.
"Ass.-neng besok Bapak mau telepon jam 7 pagi,silahkan dijawab langsung ya..salam empud" itulah bunyi SMS semalam.
Jam 06.59 dan ..kriing..kring...,nada dering bunyi, betul tepat jam 06.00 hp jadulku berbunyi....."hallo..sama neng Lisna...?"suara dari sana.
"..oh iya saya sendiri pak..ini sama siapa.emm maaf,,,.?"jawabu sedikit gugup.
"oh kebetulan...ini saya Ibu Rita sponsor dalam PT.ANU, di Jakarta,ini tentang lamaran kamu jadi TKI di Hongkong itu sudah saya acc dan siap berangkat besok ke Jakarta temui saya disini,tolong dipersiapkan ya !,Lisnawati bin Sugandi ya..?"
Aku bersujud syukur..lamaranku untuk jadi TKI Migran di Hongkong diterima,setelah dua bulan sebelumnya aku mendaftar lewat temanku di toko tempat bekerja secara diam-diam tak memberitahu Emak..
Dan jawabannya kok bisa sekarang ya..barengan sama jadwal mang Empud , jadwal Beliau..?
Ah tidak perlu aku pikirkan,kini telah mendapat jalan terbaik untuk merubah nasibden gan hasil keringat diri sendiri,dengan tanpa harus menjawab,Iya kepada beliau.
Lalu kring lagi hp ku berbunyi,terlihat dar daftar kontak namanya "Beliau"...kring..kring..kring...-Ah dibiarin hingga bunyi dering itu berhenti sendiri,mungkin bosan karena tidak aku angkat.Masa bodoh,itu kan kontak dari si pengecut pengkhianat keluarganya,dari Bandot tua yang serakah.
Ingin rasanya aku melempar hp itu ke comberan atau ke kakus pembuangan kotoran kamar mandiku,tetapi ya sudahlah...!
***
Saat ini aku berada di pesawat udara yang akan mengantarkanku ke Hongkong,ke sebuah dunia baru yang akan merubah nasib miskinku setidaknya aku akan punya uang lebih besar dari hanya sekedar gaji pelayan toko di tanah air,walau disini hanya menjadi babu tapi lebih berharga daripada hanya sebagai tempat palampiasan para beliau-beliau bandot-bandot tua di tanah air sendiri.
Bersyukur aku telah bisa lepas dari nafsu jalang para oknum pejabat biang kerok kebobrokan negri ini,dengan menjadikan kami para wanita tak berdaya jadi isteri-isteri simpanan mereka.
Dan yang menyakitkan mereka melecehkan dengan cara kawin siri karena merasa bisa segalanya dibeli oleh uang dan harta,yang kemungkinan harta itupun hasil dari memeras uang rakyat bahkan bisa saja hasil dari korupsi....ya bisa saja...ah melamun terlalu jauh dikau Lisna..!
Tamat
Oleh : A.Wierodjampang
Sudah enam kali beliau datang untuk memastikan penerimaan atau penolakan yang akan aku putuskan,beliau tidak datang sendiri ,hanya melalui para bawahannya atau tiga kali terakhir hingga hari ini yang beliau utus Mang Empud sopir pribadi beliau.
"Hanya kata iya atau tidak saja Neng,untuk saat ini..,"kata sopir beliau ketika aku masih bungkam di kursi panjang reyot ruang tamu.
Menemui sopir beliau saat ini aku hanya sendiri saja,kebetulan Emak sedang pergi bersama si Bungsu ke adiknya di Tasikmalaya.
"Entahlah Mang,saya masih harus memikirkannya dengan matang,mamang kan tahu sendiri bagaimana resiko dengan status kawin siri begitu,apalagi sebagai isteri simpanan,,"aku menjawab antara sadar dan
tidak,tapi setidaknya telah menghormati beiau dengan menjawab pertanyaan sopirnya.
"Menurut Mamang mah neng,terima saja !,perkara resmi atau tidak resmi,wah jaman sekarang yang resmi pun tidak menjamin hidupnya bahagia ," Mang Empud sopir sekaligus utusan beliau saat ini mencoba mengompori aku, mang Empud sangat kental feodalnya,mental kuli sekali dan sangat loyal sama beliau yang disebut mereka Bapak itu.
"Coba lihat si Risma yang nikah resmi,tidak dimadu, hanya mengandalkan cinta dengan si Jajang sampai saat ini masih saja belum punya rumah," mang Empud lebih jauh memberi contoh anaknya yang beberapa tahun silam tidak menerima lamaran seorang pejabat tinggi di Jakarta untuk dijadikan isteri simpanannya,tetapi Risma memilih Jajang pujaan hatinya yang hanya bekerja sebagai karyawan pabrik kemasan air minum di daerahku.
"Kata 'Bapak' kalau eneng sudah berkata iya saja,perkara akad nikahnya nanti di atur lagi,maka segera akan bapak kirim uang buat membuat rumah eneng,membeli sawah atau kebun dan akan dibukakan rekening dengan nama eneng sendiri,dengan saldo awal tiga puluh juta" panjang lebar sopir beliau setengah membujukku.
"Rekening sendiri atas nama aku..saldo awal tiga puluh juta ,lalu sebulan tiga juta...?" pikirku mulai agak sumbang kalau tidak termasuk goyah juga,iya punya rekening sendiri di bank bagi wanita kampung nan papa seperti aku adalah impian tersendiri,apalagi kata mang Empud nanti "Bapak" akan selalu mengirm uang setiap bulan tiga juta rupiah,semacam resiko dari suami ke isteri.
Hebat juga ya "belau" yang suka di sebut Bapak oleh anak buahnya,mau ngasih ke isteri simpanannya tiga juta sebulan,belum nanti pertemuannya kata mang Empud setiap Bapak ada maunya aku harus menginap di Hotel yang bintangnya tiga,ini masih kata mang Empud.
"Bagaimana neng,mamang harus segera memberitahu 'Bapak' hari ini,keputusan iya atau tidak,sekalian sebentar lagi mamang juga mau pamit,untuk persiapan besok mau ngantar 'Bapak' turba ke Jawa Timur."tambah mang Empud.
Suara sopir beliau memotong lamunanku yang semakin memusingkan hati dan kepala ini,antara butuh materi dan juga tak mau mengorbankan cinta ini,lalu berpikir pula apa nanti kata masyarakat dan tetangga,bahwa aku jadi isteri simpanan salah satu pejabat di republik ini.
Bukan bangga tetapi malu,karena jelas aku hanya mengharapkan mobil,kebun,rumah,sawah dan uangnya saja.hal ini akan jelas kelihatan oleh umum karena mereka tahu siapa aku dan keluargaku asalnya,hanya keluarga yang kurang mampu,beberapa kali Emakku kebagian uang BLT,dan sampai saat ini kami masih terdaftar resmi sebagai penerima beras miskin,rumahku sudah tidak layak disebut rumah lagi,reyot,tua ,dindingnya sudah banyak yang lapuk dimakan rayap,dan mungkin dua atau tiga tahun lagi rumah ini akan roboh dan hancur.
Mang Empud keluar sebentar dari rumah reyotku, terdengar menelepon dari handphonenya, mungkin bicara dengan si beliau "Bapak" itu yang menginginkan diriku menjadi gundiknya.
Bermula ketika beliau melihat aku di lapang Desa, saat itu aku menonton acara gunting pita sebuah proyek pemerintah di kampungku, beliau ikut dalam rombongan para gegeden pejabat yang meresmikannya.
Sejak saat itu kata mang Empud,Bapak tertarik dengan aku.lalu beliau menyuruh mencari tahu tentang aku.Dengan menginvestigasi siapa diriku ke tetangga dan penduduk sekitar rumah.
Sejak sepeninggal suami yang kawin lagi entah dimana,sudah delapan tahun ini hidup menjanda,padahal sudah punya si bungsu putri tersayang yang sekarang sudah berusia lima tahun,namun si bungsu lebih dekat ke Emak,bahkan ke aku sukanya memanggil teteh saja,kata panggilan ke kakak perempuan di daerahku.
Aku dan suami dulu menikah atas cinta kami berdua,namun perjalanan takdir memang tidak bisa ditebak oleh akal sehat,suatu waktu suami pergi yang katanya untuk merubah nasib dengan menjadi TKI ke Saudi ,namun belakangan ada kabar dari tetangga sebelah desa bahwa suamiku telah kawin lagi di Jeddah dengan sesama TKI wanita di sana.
Sejak saat itu hanya bisa pasrah saja,surat cerai tidak ada, apapun status secara tertulis tidak punya, padahal dahulu kami resmi menikah dengan akta nikah di KUA.
Setelah berunding dengan pihak mertua maka aku dikasihani oleh mereka,atau memang sengaja mereka juga tak mau lagi bermenantukan aku wanita penganggur,miskin dan papa yang selalu membebankan diri ini hanya ke suami saja,mereka menyetujui aku menggugat cerai ke pengadilan untuk mendapatkan surat janda.
Biaya sidang perceraian ini menghabiskan semua celengan tabungan dan satu kalung emas hasil kerja keras ketika ada lowongan kerja menjadi buruh harian di sebuah perkebunan yang sekarang sudah bangkrut,untuk biaya mengurus terbitnya surat janda sebagai penegasan status perkawianku.
Untuk memenuhi keperluan aku,putriku dan Emak,kami bertiga tinggal di rumah tua warisan mendiang ayah,rumah reyot hampir roboh ini,aku bekerja jadi pelayan toko di tengah kota dengan gaji hanya empat ratus ribu rupiah terpaksa pulang pergi ke tempat kerja dengan jalan kaki,menerobos pematang sawah yang membatasi rumah dan komplek pertokoan di tengah kota.
***
Sopir beliau yang tadi menelepon telah selesai,sebelum pamit tadi mang Empud menyerahkan sebuah Tas berukuran sedang,"ini..dari beliau.."kata mang Empud."jangan lupa neng jawaban ditunggu minggu depan beliau akan datang langsung menemui eneng di Hotel Mekarsari,nanti eneng saya jemput..oke,permisi.tapi sebelumnya akan menelepon dulu ke eneng hari Sabtu jam 7 pagi." mang Empud panjang lebar menerangkan hasil pembicaraan teleponnya barusan.
Ketika kubuka tas itu isinya ada baju-baju buat putriku,dua buah amplop dengan tulisan satu nama Emak satunya lagi namaku, Lisnawati .
Dan yang terkejut ada handphone Blackberry seri terbaru BB bold 9790..yang sudah di setting aktif lengkap langsung kring,kata mang Empud ini buat komunikasi Lisna dengan beliau.
Ah bikin puyeng , mana berani menenteng hp apalagi secanggih itu, cukup tahu diri aku malu dengan siapa diri ini,rumah reyot,bekerja hanya buruh harian dan kepentingan komunikasiku tidaklah menuntut hp secanggih itu,dan apa kata tetangga nanti melihat barang canggih semahal itu bagi ukuran seorang janda ,bukankah harga hp itu hampir lima juta rupiah lebih dimiliki oleh janda semiskin aku,pasti akan mengundang prasangka yang tidak-tidak bahkan akan mengundang fitnah.
Ah tidak,kuputuskan untuk berkomunikasi sehari-hari dengan membeli hp biasa saja,asal bunyi dan bisa ngomong jika sesekali beliau menghubungi.
Sebagai janda delapan tahun cukup pengalaman untuk menjaga nama baik diri ini,meskipun konsekwensinya aku di cap oleh kaum lelaki sebagai janda judes dan jutek,namun harga diriku masih berkibar di lingkunganku,sebagai janda aku tidak membuat khawatir para isteri tetangga suaminya akan kepincut aku,aku selalu pasang sikap dewasa dan jutek malah judes jika sesekali banyak suami tetangga menggoda.
Delapan tahun menjanda nama baik dan harga diri tetap terjaga,walau aku sendiri merasa lelah dan payah dengan itu,karena harus selalu bisa mengendalikan diri dalam hal apapun terutama berinteraksi sosial di lingkungan.
Atau aku harus bisa menahan hasrat biologis ketika malam-malam jendela kamarku diketuk pria hidung belang para suami tetanggaku..sialan..!
Dalam hati terdalam ketika syetan datang akupun kadang berniat untuk membuka jendela kamar dan mendapatkan sekedar kehangatan jiwa dan hati ini,tetapi segera niatan itu pergi lagi setelah kukerahkan semua keteguhan keimanan dan menyebut nama Tuhan berkali-kali.
Mungkin atas hasil investigasi anak buahnya beliau dengan hasil baiklah makanya "beliau" memilih aku mau dijadikan isteri ketiga atau keempat atau malah kedua belas tidak tahu pasti,yang jelas menurut mang Empud aku harus bersedia hanya dinikahi agama saja,nikah siri tanpa akte nikah,namun kewajiban sebagaimana layaknya suami isteri tetap akan tertunaikan sesuai waktu yang tersedia.
Masih kata mang Empud,namun jika beliau cocok sampai masa pensiun ,maka tidak menutup kemungkinan akan menikah resmi berakta nikah.Akad nikahnya diulangi nanti..wueekk..!
Deuh pusing sampai saat ini semua penjelasan orang-orang "beiau' malah menambah keruwetan pikiranku,dilema antara terima atau tidak,,semakin sulit saja mengambil keputusan.
Kalau aku terima tawarannya,harta dan uang pasti aku dapatkan namun aku sebagai isteri simpanan yang hidup tidak normal,ketemu suami sembunyi-sembunyi belum waktu yang tidak sepenuhnya kumilikki,belum nanti kalau hamil dan punya anak,belum ini belum itu,secara manusia aku ingin rasanya menolak saja.Pasti ribet berkeluarga macam begitu.pasti ya pasti ribet..!
Namun disisi lain aku dan Emak membutuhkan seorang pelindung dan seseorang yang membiayai hajat hidup kami,segala kebutuhan sandang,pangan, papan kami,tidak seperti saat ini kami berkubang di lumpur kemiskinan yang nyata,yang sangat jauh dibawah hidup layak,meskipun harga diri kami baik-baik saja di mata lingkungan namun kehidupan keluarga kami sangat tidak nyaman kadang kami kelaparan dan sama sekali tidak ada yang peduli.
Tiap hari tiap jam tiap detik aku dan emak selalu berpikir keras besok mau makan apa,besok beli beras darimana uangnya,bagaimana kalau kami sakit,bagaimana kalau rumah reyot ini roboh...dan serba kekurangan lainnya,,lalu..sekarang ada peluang untuk keluar dari lumpur kemiskinan ini.tetapi harus aku tukar dengan hatiku ini,dengan diriku ini.menikah dengan "beliau" yang anak buahnya suka memanggil "bapak" atau sesekali "pak Boss".
Jam di ruang tengah menunjukkan tujuh pagi,semalaman aku tidak tidur,sampai subuh tiba masih saja belum menemukan jawaban yang harus aku katakan sebentar lagi,ada sms semalam dari Jakarta,dari mang Empud sopir sekaligus mak comblang beliau.
"Ass.-neng besok Bapak mau telepon jam 7 pagi,silahkan dijawab langsung ya..salam empud" itulah bunyi SMS semalam.
Jam 06.59 dan ..kriing..kring...,nada dering bunyi, betul tepat jam 06.00 hp jadulku berbunyi....."hallo..sama neng Lisna...?"suara dari sana.
"..oh iya saya sendiri pak..ini sama siapa.emm maaf,,,.?"jawabu sedikit gugup.
"oh kebetulan...ini saya Ibu Rita sponsor dalam PT.ANU, di Jakarta,ini tentang lamaran kamu jadi TKI di Hongkong itu sudah saya acc dan siap berangkat besok ke Jakarta temui saya disini,tolong dipersiapkan ya !,Lisnawati bin Sugandi ya..?"
Aku bersujud syukur..lamaranku untuk jadi TKI Migran di Hongkong diterima,setelah dua bulan sebelumnya aku mendaftar lewat temanku di toko tempat bekerja secara diam-diam tak memberitahu Emak..
Dan jawabannya kok bisa sekarang ya..barengan sama jadwal mang Empud , jadwal Beliau..?
Ah tidak perlu aku pikirkan,kini telah mendapat jalan terbaik untuk merubah nasibden gan hasil keringat diri sendiri,dengan tanpa harus menjawab,Iya kepada beliau.
Lalu kring lagi hp ku berbunyi,terlihat dar daftar kontak namanya "Beliau"...kring..kring..kring...-Ah dibiarin hingga bunyi dering itu berhenti sendiri,mungkin bosan karena tidak aku angkat.Masa bodoh,itu kan kontak dari si pengecut pengkhianat keluarganya,dari Bandot tua yang serakah.
Ingin rasanya aku melempar hp itu ke comberan atau ke kakus pembuangan kotoran kamar mandiku,tetapi ya sudahlah...!
***
Saat ini aku berada di pesawat udara yang akan mengantarkanku ke Hongkong,ke sebuah dunia baru yang akan merubah nasib miskinku setidaknya aku akan punya uang lebih besar dari hanya sekedar gaji pelayan toko di tanah air,walau disini hanya menjadi babu tapi lebih berharga daripada hanya sebagai tempat palampiasan para beliau-beliau bandot-bandot tua di tanah air sendiri.
Bersyukur aku telah bisa lepas dari nafsu jalang para oknum pejabat biang kerok kebobrokan negri ini,dengan menjadikan kami para wanita tak berdaya jadi isteri-isteri simpanan mereka.
Dan yang menyakitkan mereka melecehkan dengan cara kawin siri karena merasa bisa segalanya dibeli oleh uang dan harta,yang kemungkinan harta itupun hasil dari memeras uang rakyat bahkan bisa saja hasil dari korupsi....ya bisa saja...ah melamun terlalu jauh dikau Lisna..!
Tamat
Ilustrasi:flickr.com |
2 comments:
Beliu juga yang akan menaikkan harga BBM yang saat ini belum jadi dinaikkan dan mudah-mudahan tidak jadi naik
Salam hangat Sahabat Kaos Blogger..
selamat datang di blog sederhana ini,
terima kasih mampirnya..
Posting Komentar