Sabtu, 05 Januari 2013

Imas,Punya Sawah dan Rumah Hasil Kerja TKI PRT

Ketika lulus SMP,Imas langsung menikah,Tepatnya dinikahkan oleh orang tuanya yang hidup miskin di sebuah desa di Jawa Barat.Walau belum sempat puas dengan masa muda dan tidak sepenuh hati mencintai suaminya yang hanya buruh tani,Imas hingga saat ini sudah hampir 14 tahun menjalani rumah tangganya.

Ketika memasuki tahun ketiga pernikahannya,rumah tangga Imas mulai dilanda hal paling penting di dalam sebuah rumah tangga.Yaitu mereka belum bisa tinggal mandiri di rumah sendiri,mereka masih numpang di rumah mertua,orang tua Imas yang juga dihuni beberapa adiknya yang sudah mulai dewasa.Imas dan Mahmud belum punya rumah.

Persoalan dan pertengkaran-pertengkaran kecilpun mulai terjadi,maklum peribahasa bilang "Piring akan selalu bentrok dengan teman piring yang paling dekat".Itu benar terjadi di keluarga muda Imas dan Mahmud suaminya.

Mau membuat rumah sendiri belum ada biayanya,walaupun rumah sangat sederhana sekalipun.Mau mengontrak ? Ya sami mawon,gak ada duitnya!

Perselisihan antar anggota keluarga adik kakak,ipar dan mertua semakin sering terjadi di rumah sederhana yang dihuni 8 jiwa itu di dalamnya.Kadang Imas suka kesal dengan suaminya yang tidak berdaya dengan penghasilan buruh tani dan kerja serabutan hanya cukup untuk makan yang tidak bergizi asal kenyang saja.

Boro-boro untuk membuat rumah,untuk makan sekeluarga saja Mahmud ngos-ngosan dibuatnya.Padahal Mahmud sudah mencoba beberapa kali belajar "jadi pedagang",maksudnya untuk menambah pemasukan keluarga.Mahmud pernah mencoba jual beli buah-buahan,menjadi bandar kecil-kecilan jual beli Pisang atau buah kelapa.

Namun karena pengetahuan Mahmud tentang bisnis-nya kurang memadai,serta faktor iklim dagang eksternal (baca:kebijakan pemerintah) yang kurang selalu gonjang-ganjing,ongkos-ongkos naik,ditambah ditipu oleh oknum pengepul di Pasar induk tempat menyetor buah jualannya.

Akhirnya beberapa kali  usaha dagang Mahmud merugi bahkan terbelit utang ke rentenir yang berkedok koperasi.Keadaan rumah tangga Imas dan Mahmud semakin runyam.Untung Imas tidak segera hamil,Maka ketika ada sponsor kampung pencari TKW,dengan tidak berpikir panjang Imas rela diboyong sponsor ke PJTKi di Jakarta.

Dan Imas pun terbanglah,kebetulan ke Saudi Arabia untuk bekerja sebagai PRT.

Kini sudah hampir 3 tahun Imas betah jadi PRT di sebuah keluarga baik-baik di Saudi.Bahkan Imas sudah diperlakukan seperti ke saudaranya sendiri oelh majikannya.Hasil 3 th sebagai PRT,kini di kampung Imas telah berdiri sebuah rumah hasil keringatnya sendiri,punya beberapa petak sawah dan kebun.Bahkan rumahnya tergolong bagus di kampungnya serta adik-adik dan Mahmud suaminya bisa berjualan usaha dagang di kios Pasar dengan menyewa salah satu lapak di sana.

Walau jiwa Imas sebenarnya kesepian dan jauh dari keluarga,apalagi hatinya suka sesekali panas membara jika sudah mendengar kabar burung Mahmud,suaminya suka lirik-lirikan mata dengan janda penunggu kios di pasar induk,tetapi secara materi Imas telah berhasil membuat rumah sendiri,punya sawah dan kebun hasil dari kerja TKI informal sebagai TKW PRT di Saudi.

Imas berhasil mengumpulkan uang selama 3 tahun bekerja sekitar 80 juta rupiah,sungguh jumlah yang sangat cukup untuk sekelas Imas dan Mahmud.

Mau apalagi,kenyataan sudah demikian,itulah sebagian nasib anak bangsa ini...!

Imas tak terlalu rumit dan panjang pikiran,apalagi menyoal soal bangsa.Yang Imas tahu hanyalah bagaimana bisa berkumpul kembali dengan keluarganya di rumah dan kang Mahmud suaminya bisa usaha untug terus di negerinya sendiri (?).

*)Ilustrasi nama dan tempat,bukan nama sebenarnya.Cerita diangkat dari kisah nyata teman dan saudara penulis yang jadi PRT.

Terima kasih telah selalu mampir.

0 comments: