Pembaca pernah mendengar bukan,ada Kades (Kepala Desa) di demo dan diturunkan oleh Rakyat?,tentu sering atau belum ,ya enggak masalah deh...hehe.Tetapi kenyataan banyak Kades yang diturunkan oleh masa karena diduga atau disangka korupsi.
Dari sekian banyak kasus korupsi di Pemerintahan tingkat Desa,kebanyakan korupsinya bukan karena Kades atau Aparat Desa serakah.Pada umumnya korupsi di tingkat Desa karena pelakunya "kepepet" karena penghasilan mereka kecil atau malah kurang.
Disamping daerahnya mungkin miskin sumber pendapatan juga mungkin kurang kreatif.Demokrasi langsung di tingkat Desa sudah sejak dulu hadir,tak pelak untuk selevel Desa setiap diri yang mencalonkan menjadi calon Kades di masa "kampanyenya" membutuhkan sejumlah dana,dan kebanyakan lagi yang mau mencalonkan Kades berasal dari yang tadinya orang biasa,bukan orang kaya.
Sangat sedikit yang mencalonkan Kades berniat hanya untuk mengabdikan kemampuannya memajukan wilayah Desa,misalnya seperti sosok Jokowi atau Dahlan Iskan dan Jusuf Kala dan banyak tokoh serupa lainnya,yaitu menjadi kaya dulu baru mengabdi atau mencari jabatan.
Menjadi Kades bukan mencari pekerjaan tetapi mencari jalan untuk mengabdi lebih banyak ke masyarakat.
Jika sudah matang di keuangan pribadi (baca:mapan,kaya,mandiri),maka di dalam bekerjanya memangku suatu jabatan bisa lebih konsentrasi kepada menjalankan tugas,tidak lantas terseok-seok di antara mengabdi kepada jabatan dan "pabaliut" atau ribet juga dengan urusan dapur.
Begitupun di tingkat Kades,Kepala Desa yang ideal adalah yang tadinya sudah matang secara ekonomi (baca :banyak duit dan harta atau punya perusahaan),sehingga dalam mengabdi kepada rakyatnya tidak larak-lirik mengembat duit yang diperutukan untuk pembangunan,atau tidak menyunat sana-sini uang anggaran pembangunan,dan tidak ada alasan pinjam Kas dululah atau pinjam sebentar karena urusan pribadi kepada uang anggaran pembangunan dan sebagainya.
Jika calon Kades sudah matang secara materi dan immaterinya,lahir dan bathinnya,maka kemungkinan ada Kades menilep duit Belanja Desa,meminjam uang Kas Desa,atau memanipulasi uang proyek,atau menilep dan menggelapkan uang beras Miskin dan lain-lain menjadi tidak mungkin.
Kecuali yang sudah bermental serakah dan mental pencuri,kalau yang begini lain judul gan,mau sudah kaya atau malah miskin kalau mentalnya pencuri yang korupsi terus.
Namun setidaknya,jika seorang Kades sudah matang secara ekonomi,matang secara pribadi,matang ilmunya dan semuanya matang,maka peluang Desa akan maju semakin terbuka lebar.
Dan konon sekitar 70 persen penduduk Indonesia adalah penduduk pedesaan,artinya jika negara mau kuat dan jaya,pemerintah harus lebih memperhatikan kesejahteraan di tingkat Desa lebih serius dari yang sudah-sudah.
Bagi warga Desa memilih para pemimpin atau Kades pilihan yang sudah matang adalah pilihan bijak,tidak usah yang sempurna,yang ternilai matang saja di banyak bidang,dan mencari sumber daya manusia yang matang di tingkat Desa saat ini sudah banyak.
Majulah Indonesia.
Dari sekian banyak kasus korupsi di Pemerintahan tingkat Desa,kebanyakan korupsinya bukan karena Kades atau Aparat Desa serakah.Pada umumnya korupsi di tingkat Desa karena pelakunya "kepepet" karena penghasilan mereka kecil atau malah kurang.
Disamping daerahnya mungkin miskin sumber pendapatan juga mungkin kurang kreatif.Demokrasi langsung di tingkat Desa sudah sejak dulu hadir,tak pelak untuk selevel Desa setiap diri yang mencalonkan menjadi calon Kades di masa "kampanyenya" membutuhkan sejumlah dana,dan kebanyakan lagi yang mau mencalonkan Kades berasal dari yang tadinya orang biasa,bukan orang kaya.
Sangat sedikit yang mencalonkan Kades berniat hanya untuk mengabdikan kemampuannya memajukan wilayah Desa,misalnya seperti sosok Jokowi atau Dahlan Iskan dan Jusuf Kala dan banyak tokoh serupa lainnya,yaitu menjadi kaya dulu baru mengabdi atau mencari jabatan.
Menjadi Kades bukan mencari pekerjaan tetapi mencari jalan untuk mengabdi lebih banyak ke masyarakat.
Jika sudah matang di keuangan pribadi (baca:mapan,kaya,mandiri),maka di dalam bekerjanya memangku suatu jabatan bisa lebih konsentrasi kepada menjalankan tugas,tidak lantas terseok-seok di antara mengabdi kepada jabatan dan "pabaliut" atau ribet juga dengan urusan dapur.
Begitupun di tingkat Kades,Kepala Desa yang ideal adalah yang tadinya sudah matang secara ekonomi (baca :banyak duit dan harta atau punya perusahaan),sehingga dalam mengabdi kepada rakyatnya tidak larak-lirik mengembat duit yang diperutukan untuk pembangunan,atau tidak menyunat sana-sini uang anggaran pembangunan,dan tidak ada alasan pinjam Kas dululah atau pinjam sebentar karena urusan pribadi kepada uang anggaran pembangunan dan sebagainya.
Jika calon Kades sudah matang secara materi dan immaterinya,lahir dan bathinnya,maka kemungkinan ada Kades menilep duit Belanja Desa,meminjam uang Kas Desa,atau memanipulasi uang proyek,atau menilep dan menggelapkan uang beras Miskin dan lain-lain menjadi tidak mungkin.
Kecuali yang sudah bermental serakah dan mental pencuri,kalau yang begini lain judul gan,mau sudah kaya atau malah miskin kalau mentalnya pencuri yang korupsi terus.
Namun setidaknya,jika seorang Kades sudah matang secara ekonomi,matang secara pribadi,matang ilmunya dan semuanya matang,maka peluang Desa akan maju semakin terbuka lebar.
Dan konon sekitar 70 persen penduduk Indonesia adalah penduduk pedesaan,artinya jika negara mau kuat dan jaya,pemerintah harus lebih memperhatikan kesejahteraan di tingkat Desa lebih serius dari yang sudah-sudah.
Bagi warga Desa memilih para pemimpin atau Kades pilihan yang sudah matang adalah pilihan bijak,tidak usah yang sempurna,yang ternilai matang saja di banyak bidang,dan mencari sumber daya manusia yang matang di tingkat Desa saat ini sudah banyak.
Majulah Indonesia.
0 comments:
Posting Komentar