Jumat, 14 September 2012

Perbedaan Gatotkaca dan Aswatama Ketika Dikritik

Dalam cerita wayang versi Mahabarata tentu anda kenal dengan Gatotkaca,yaitu digambarkan sebagai seorang tokoh berpengaruh di negeri Amarta,anak dari Arya Bima atau Bratasena salah satu dari Pandawa lima.

Lalu Aswatama, yaitu anaknya Dorna,Dorna atau Kombayana adalah seorang tokoh intelektual,sebagai Guru Sepuh,pemimpin sebuah lembaga pendidikan atau setingkat Universitas ,oleh para Dalang wayang golek suka di sebut Padepokan,Padepokan Dorna paling terkemuka di negeri Astina yang sedang dkuasai oleh para Kurawa,atau Astina masa sebelum perang Baratayudha.Dan Mister Dorna ini terkenal sebagai tokoh penganut paham "Adu Domba".

Nama padepokannya terkenal ke seluruh jagat pewayangan yaitu Padepokan Soka Lima atau "Universitas Soka Lima".

***
Saya bukan ahli tentang pewayangan,namun sejak kecil menyukai seni wayang terutama wayang golek.Kenal pertama dengan wayang  melalui suara pita cassete yang diputar dalam tape recorder atau dari siaran radio di zaman emasnya radio mengudara, dan kaset vcd, dvd diteruskan dengan banyak up load-an di you tube kalau jaman sekarang.

Lalu dari pagelaran-pagelaran wayang golek live di suatu hajatan atau di even-even tertentu di kampung,ditambah oleh sedikit baca-baca tentang wayang.

Tulisan ini saya muat karena ada inspirasi dan cerita hikmah sesuai se-pengetahuan saya,yang hanya sebagai penggemar seni wayang golek.

***
Ok lanjut gan...

Dalam konteknya dengan judul,perbedaan kedua tokoh ini dalam menyikapi kritik dan situasi sosial menurut latar belakang dan karakter yang terbentuk dalam diri Gatotkaca dan Aswatama.

Gatotkaca

Sejak masa anak-anak Gatotkaca diberitakan ketika baru lahir langsung dibawa oleh para dewa ke Jagat Suralaya dan digodog di Kawah Candradimuka,diceritakan sampai menjelang remaja,lalu ketika sudah dewasa beliau menuntut berbagai ilmu hikmah kehidupan dan berbagai ilmu pengetahuan tentang kebaikan dari berbagai tempat dan kesempatan.Yang paling berpengaruh pembentukan karakternya terutama di Padepokan Tumaritis.

Selama di Tumaritis Gatotkaca dibimbing langsung oleh Sesepuh Padepokan,Semar Badranaya seorang manusia jelmaan Dewa dari Suralaya yang sengaja menyamar jadi manusia untuk membimbing para Pandawa,untuk tetap menegakkan kebenaran di Marcapada jagat dunia pewayangan.

Dalam kesehariannya selama menuntut ilmu di Universitas Tumaritis,Raden Gatotkaca tidak terus menerus berkutat dengan teori di atas kertas,atau terus online di komputer dan internet serta tidak hanya melahap teori-teori dari buku saja.

Tetapi ditambah dengan selalu berteman,bersahabat dan bergaul dengan rakyat kecil dan kehidupan nyata,dengan kehidupan yang sebenarnya,digambarkan sering bergaul dengan Punakawan Cepot,Dewala,dan Gareng (sebagai simbol rakyat kebanyakan),dari bergaul dengan mereka Raden Gatotkaca memperoleh ilmu praktis dan ilmu kehidupan yang nyata,bukan sekedar teori.

Dari Padepokan beliau mendapat segala ilmu pengetahuan yang baku dan mendasar,serta ketat dengan banyak kaidah-kadiah teori hasil ilmuwan masa lalu.Lantas di kenyataan (pergaulan riil di lapangan),mendapatkan banyak kebijaksanaan.

Misalnya dari Cepot mendapatkan selera Humor,sense of humor,keterus terangan,dan bicara apa adanya sesuai fakta.Dari Dewala mendapatkan kesederhanaan dan kejujuran dan sebagainya,dari Gareng mendapatkan sifat suka bergaul dengan tetap kuat menjadi diri sendiri,meskipun kelihatan seperti Bodoh,gareng itu sebenarnya cerdas dan suka dengan apa adanya tidak bisa diajak berkonspirasi dalam dunia hitam.

Raden Gatotkaca ditambah pula pengalaman kuliahnya oleh sering bertemu dengan para Buta (B.Sunda),atau Raksasa,yang menggambarkan orang-orang yang berkarakter preman,bodoh,konyol,serakah dan tidak tahu tatakrama atau sopan santun,selalu menggunakan kekuatan otot bila ada masalah,tetapi pada sok tahu dan sok pintar,kalau bicara sombong dan selalu melecehkan lawan bicara.

Para Raksasa atau Denawa ini sesekali suka masuk ke lingkungan Padepokan Tumaritis,biasalah mereka jalan-jalan untuk mencari gara-gara, dan tentu saja bertemu dengan Raden Gatotkaca,dalam pertemuannya tidak jarang Raden Gatot dihina,dicemooh,diejek bahkan ditantang berkelahi.

Tetapi Raden Gatotkaca banyak mendapatkan hikmah luar biasa dari para Denawa ini,yaitu ketika di muka publik di tempat umum.kemungkinan kita dikritik,diejek,dinilai orang lain,didebat bahkan dihina dan bisa terjadi bentrok fisik jika tidak dewasa,hal begini sudah biasa bagi Gatotkaca.

Dengan bimbingan dan gemblengan Guru Besar Padepokan, Semar Badranaya,Gatotkaca bisa mengendalikan diri serta bisa mengambil tambahan ilmu hidup bagaimana harus bersikap terhadap "kenyataan di lapangan".

Pendek kata,hehe kepanjangan nih...Raden Gatotkaca bukan saja sebagai tokoh yang penuh dengan ilmu akademis dan ilmu teori saja,tetapi selama menuntut ilmu di berbagai tempat beliau selalu mencari pengalaman juga dari ranah kehidupan nyata.

Untuk mengasah kepribadiannya,untuk semakin bijaksana menghadapi berbagai perbedaan kondisi dan situasi dalam kehidupan sebenarnya.

Sosok Gatotkaca adalah gambaran sebagai manusia yang seutuhnya,bertaqwa,banyak ilmu,ilmunya tinggi,jujur,benar,gagah,tangguh dan lurus serta bijaksana,walau karakternya seperti keras namun hatinya baik,tegas namun bukan tegas ngawur tapi tegas dalam menegakkan aturan dan bijaksana menyikapi kenyataan di lapangan kehidupan sesuai dengan amanat rakyat.

Gatotkaca adalah manusia tangguh,pemimpin yang tegas dalam menegakan aturan,amanah dalam memegang kepercayaan dan bijaksana dalam menyikapi kenyataan hidup bersama sebagai makhluk sosial di dunia ini.

Itu semua karena Gatotkaca semasa menempa dan mencari ilmunya ketika di bangku kuliah,tidak hanya berkutat dengan teori saja,tetapi menimba pengalaman pula di luar kelas ruang kuliahnya.
Jadi ada nilai plus dari teman-teman yang hanya berkutat di bangku dan berkubang teori melulu.

Aswatama.

Aswatama adalah anak dari Dorna atau Kombayana,direktur,pemilik,rektor dan Guru Besar serta tokoh terkemuka di Padepokan Soka Lima dan negara Astina masa sebelum Baratayudh,ketika itu wilayah Astina masih dikuasai oleh kaum Kurawa.

Aswatama hanya mencari ilmu di padepokannya saja,dengan memanfaatkan fasilitas orang tua sebagai pemilik Padepokan,tumbuh dengan karakter yang manja,cengeng,anak babeh,anak mamih,dan meskipun pintar karena sekolah di sana,tetapi sedikit pengecut dan penakut karena jarang bergaul di kehidupan nyata.

Sifatnya sombong,sok gagah,sok sakti,sok pintar,sok anak pejabat,tetapi otaknya dangkal.

Hidup hanya berkutat di buku dan buku,dipenuhi teori dan berbagai doktrin sesuai visi misi Padepokkan,jarang bergaul dan jarang turba ke bawah ke masayarakat apalagi mempelajri yang sifatnya lintas ilmu,lintas bidang lainnya.

Hal ini menjadikan Aswatama sebagai orang yang mudah tersinggung,mudah marah,pemarah,serakah,dan pendek pikiran serta mudah di adu domba.Karena pergaulannya cetek dan tidak mengenal dan tidak memahami pluralisme.

Mudah diprovokasi,mudah diiming-imingi dan bisa diperalat oleh kekuasaan atau oleh penganut paham tertentu bahkan oleh tokoh-tokoh tertentu,cenderung materialistis dan kolokan.

Karena semasa penempaan dirinya,dikala menuntut ilmu hanya berkubang dan berkutat di teori dan teori cetek tempurung lingkungan sendiri,tidak banyak berteman,bergaul, atau pengalaman hidupnya sedikit.

Jika dikritik oleh teman dan atau publik.

Perbedaan mendasar terhadap kritik dari publik di antara keduanya adalah,jika Raden Gatotkaca menerima kritik dengan tenang,kalem,mantap dan elegan serta lebih bijaksana dalam mengambil pelajaran dari sebuah kritik untuk memperbaiki kualitas diri,dan menyikapi dengan berbagai kebijaksanaan serta kedewasaan sebagai orang yang berpengalaman banyak.

Bahkan ketika menyikapi kritik yang ngaco sekalipun,Gatotkaca sudah siap dengan cara jitu dan baik menghadapinya.(lihat atau tonton ketika cerita Gatotkaca dikritik oleh Cepot,Dewala atau Gareng).

Aswatama,menyikapi kritik orang lain cenderung cetek dan dangkal,mengutamakan gebrakan otot dan kesombongan,tidak bijaksana menyikapi perbedaan pendapat,arogan dan memaksakan pendapatnya ke orang lain dengan pembenaran-pembenaran yang ngaco dan ngawur.Merasa dialah yang paling "teori banget".

(Lihat ketika dikritik oleh Cepot dkk,Aswatama bukan menerima dan mempertimbangkan kritik mereka,tetapi langsung "ngajak perang").

***
Pembaca,sampai di sini dulu,semoga tulisan sederhana ini ada manfaat,ini semata hanya dari hasil pendengaran dan penglihatan saya saja,yang kebetulan menyukai wayang golek,sekali lagi saya bukan ahlinya seni pewayangan,tulisan ini hanya mengambil hikmah dan isnpirasinya saja dari kisah-kisah yang pernah saya dengar dan saya tonton.

***
Salam.

0 comments: