Kamis, 17 Mei 2012

Cerpen : Warung Cinta di Tepi Dermaga

By : Aang Wierodjampang

" Asiih...,Bagaimana si Risna sudah beres ngurus masuk sekolahnya,...?" suara Mamih dari kamar sebelah setengah berteriak karena bersaing dengan suara tape recorder yang memutar lagu Poppy Mercury diselingi dangdut panggung yang heboh.

Suara tape recorder yang sember dan nyaring berisik, menjadikan suara Mamih  tak terdengar jelas oleh Kurniasih,janda kembang yang baru delapan bulan ikut Mamih mojok di warungnya.


" Iya miihh..apaaaann...enggak jelas mih..?' Kurniasih menjawab melawan suara tape rocorder dengan berteriak lagi,untunglah saat itu sedang tak ada tamu ke warungnya,ya saat-saat pagi menjelang duhur begini jarang ada pasien yang datang.

"Si Risna... ,anak kamu.. sudah beres masuk SMP nya belum,?" wanita yang dipanggil Mamih oleh Kurniasih dan teman-temannya itu mengulang pertanyaan tadi.

Kurniasih,atau sering kalau kenalan sama lelaki yang datang ke warung remangnya mengaku nama Asih saja,wanita seumuran dua puluh tiga tahun tetapi sudah menjanda karena suaminya kawin lagi dengan wanita lain,Asih memilih bercerai karena tidak mau dimadu.

Delapan bulan yang lalu Asih ditolak menjadi TKI oleh sebuah PJTKI di Jakarta karena Asih dianggap kurang sehat,memiliki penyakit maag akut yang dideritanya sehingga waktu itu dinyatakan un-fit (tidak sehat) bersyarat artinya masih bisa lolos tetapi harus berobat dulu sampai maagnya sembuh.

Asih yang sudah kadung berangat ke Jakarta bingung sekali waktu itu,uang tidak punya sanak saudara mana ada yang peduli jika sedang dalam keadaan berjuang dan baru memulai begitu,waktu mau berangkat ke Jakarta, pun ketika pamit mereka setengah sembunyi ketika Asih datang ke rumahnya masing-masing,setengah sembunyi mereka karena takut di mintain nambahin ongkos ke Jakarta.

Padahal Asih saat itu ingin meminta doanya saja dan pamit pergi bila jadi dan lolos test kesehatan di PJTKI.Namun ya Asih pun memaklumi mereka sama-sama orang kekurangan,Asih menyadari itu keluarganya orang miskin semua,mereka sudah payah buat mencari makan anggota keluarganya masing-masing.

Ketika temannya  mengajak untuk bergabung jadi pelayan warung remang-remang melalui HP jadulnya,karena saat itu Asih sedang bingung,kelimpungan di penampungan TKW dengan tidak punya uang akhirnya menyerah dengan nasib menerima tawaran jadi pelayan di tempatnya kini bekerja.

Handbody murahan yang isinya lotion tinggal seperempat itu dipencet-pencetnya hingga botol kecil berbahan plastik itu seperti keriput di ujungnya mengeluarkan cairan handbody,ditumpahkannya ke telapak tangan kanan diusap ke tangan kiri lalu dengan sedikit selonjoran diusap-usapkan ke kakinya yang jenjang dan mulus khas mulus alami wanita kembang desa.

Betis yang membunting bagai padi sedang matang kuning langsat sekal berisi menggantung sedang indah dipandang ditumbuhi bulu-bulu halus nan seksi,tiap hari selalu dibaluri lotion handbody yang dikasih sama Mamihnya.

Wanita yang dipanggil Mamih oleh Asih dan dua teman wanita sesama pelayan adalah pemilik warung sederhana itu,tetapi walau sederhana, lantainya sudah dikeramik putih asal-asalan, berdinding tembok  hanya diplester dan di aci semen sebelah dalamnya saja,cukuplah nyaman untuk sekedar bersantai minum kopi atau sekedar bercanda dan melepasakan lelah terutama orang-orang yang sedang melakukan perjalanan jauh.

Rumah berbentuk emperan ini sengaja dibikin lapang di dalamnya,dibagi tiga bagian,paling depan dekat jalan aspal dijadikan warung kopi,bagian tengah dapur dan kamar kami,dan bagian belakang di setting sedemikian rupa menjadi ruangan karaoke sangat sederhana sekali,hanya ada empat buah salon speaker,satu buah tape deck hi-fi jadul dan beberapa kursi jok lapuk yang sebagian kulit pembungkusnya sudah banyak terkelupas.

Untuk sebutan pria yang sudah berlangganan mereka memanggil dengan nama sandi Pasien,artinya  Para lelaki hidung belang yang suka mampir untuk melampiaskan hasrat seks sesaatnya bergoyang bersama Asih dan kawan-kawan baik goyang karaoke atau berlanjut dengan karaoke bentuk lain dan goyang maut lainnya di kasur kamar sebelah.

Tak pedulilah Asih dengan apa yang dilakukannya halal atau haram,kadang dalam waktu-waktu tertentu Asih suka menangis sendiri menatap dirinya di cermin yang semakin rusak wajah dan tubuhnya,tidak ada lagi aura yang memancar semasa hidup lurus di kampungnya,tidak ada lagi pancaran tubuh yang mempesona inner beauty di wajah manis dan tubuh sintalnya,semua kini telah pudar sepudar wajah dan hatinya yang kian terus terkoyak,dikoyak-koyak kehidupan remang malam,remang warung cinta yang terus menggelora bersama syetan-syetan setiap malam menjelang.

***

Dan hari ini Asih telah berkemas dengan tas bututnya membereskan beberapa stel pakaian yang sudah sangat pudar warna dan modelnya,tetapi hanya itulah hartanya kini,toh di warung ini para pasien bukan melihat pakaiannya yang modis.

Kadang pakaian yang sudah dikenakan jika malam dengan mempersiapkan merapikan diri dari sejak sore,ketika acara main sudah tiba pakaian itu semua malah dicopot dan ditanggalkan satu persatu untuk selanjutnya teronggok tak berdaya dan diam di bawah ranjang atau di sudut kamar berdampingan dengan tempat sandal-sandal syetan yang sedang beraksi di ranjang-ranjang.

Sekarang Asih sudah bulat untuk meninggalkan warung neraka ini,sambil menunggu Mas Rambo sopir Truk kontainer yang sering ngajak main datang mampir,untuk ikut menumpang mobilnya sampai di pertengahan kota yanga ada terminal jurusan ke kampung halamannya.

Asih telah siap,uang yang hanya delapan puluh ribu rupiah di dompetnya yang dekil,tas lusuh dengan beberapa stel baju tua,dan niat yang mantap di hati untuk segera meninggalkan zona neraka ini,warung cinta.

Ya warung penjaja cinta di tepian dermaga ini telah tujuh bulan Asih tinggali lengkap dengan segala pengalaman yang mengasyikkan,kenikmatan semu,dan kepedihan-kepediahn hati yang melukai sekali nurani terdalamnya,namun Asih kala itu tidak berdaya mau apalagi,ibarat Asih kalau tidak tinggal di warung cinta ini pasti saat ini sudah ke akhirat sana,ke alam barzah sana,sudah mati karena tidak ada lagi yang peduli Asih mau makan ,mau miskin atau mau apa,tak ada sama sekali tak ada lagi yang peduli,dan memang siapa yang mau peduli,semua orang saat ini sudah lelah dengan urusan-urusannya sendiri-sendiri.

"Ah,lama banget nih kang Rambo datangnya hari ini," bisik Asih dalam hatinya,sambil sesekali menengok ke jalan raya yang biasa Mobil Truk besar itu datang dan parkir di pinggir warungnya.

"Asih maafkan Mamih.." suara Mamih menyentakkan pikiran Asih yang masih duduk di bangku seribu kenangan di warung ini.

Seribu kenangan..?, ya di bangku ini beberapa ratus pria pernah menggelendot manja di dadanya,dengan tangan-tangan nakal menggerayang paha dan pangkal pahanya dengan berbagai kicauan rayuan gombal berbantuan iblis-iblis miuman keras yang membuat Asih dan ratusan pria di bangku ini berpikir seolah dunia hanya milik mereka saja.

Kadang Asih untuk menghilangkan grogi dan akal sehatnya ikut larut mabuk dan semakin panas adegan scene-demi scene bergumul,bergelendot dan akan berkahir dengan deritan-deritan ranjang di kamar tengah warung dermaga ini.The end dengan jeritan dan desahan kepuasan pasien menikmati tubuh sintal Asih yang ikut juga menggelepar-gelepar setengah sadar.

"Mamih hanya bisa ngasih kamu uang segini dulu..kamu tahu kan saat ini tamu-tamu kita kurang banyak karena sekarang sudah banyak LSM yang sering merazia tempat-tenpat mesum seperti kita,"  Mamih meraih tangan Asih yang sedang menangis sedih,beurai air mata kemiskinan,berurai air kepedihan dalam kekurangan,dalam ketidakberdayaan,meraih tangan Asih dan memberikan sebuah amplop berisi uang dua juta rupiah.

" Ini terimalah Asih,,uang ini tabungan Mamih tadi mamih buka lumayan ada dua juta rupiah,mungkin cukup buat bekal kamu sebelum mendapat pekerjaan baru yang lebih baik,dan mengurus anak kamu si Risna masuk SMP tahun ini,sekolakanlah anakmu sayang jangan sampai putus sekolahnya..seperti kita-kita ini..." suara Mamih yang terdengar Asih bagai seorang malaikat yang sedang menolong hamba yang sedang sangat kesusahan.

Dua juta rupiah ?,dari celengan beliau yang di pecah tadi pagi..?,Mamih,?,Mucikari? Germo?

Ah...bagiku tidak,,,!beliau bukan germo,beliau bukam mucikari,tetapi beliau adalah malaikat penolong,beliaulah orang tua,beliaulah sosok pelindung aku ,pikir Asih.

"Tidak mamih,aku tak akan pergi kemanapun Mamih,selama Mamih masih hidup aku akan abdikan diri ini buat kita Mamih,buat mamih," Asih menjawab sapaan Mamih  barusan.

Dan Asih berbalik dengan menatap mata Mamih,mucikarinya dengan pandangan mata semangat,mantap dan tajam,seolah mengajak Mamih untuk membuktikan kesetiaannya pada warung cinta ini.

" Mamih,saat ini Mamihlah yang bisa menolong aku dan kawan-kawan seperti aku,macam Mamihlah yang bisa membuat hidup kami terus ada di dunia ini,walau keberadaan kami di lumpur nista,namun siapa yang peduli dengan nasib kami,mereka hanya menuduh kami ini sebagai sampah-sampah masyarakat,kadang kami di obrak-abrik, di siksa,di gebukin, dibakar warung kami,tetapi mereka tidak berpikir apa penyebab kami begini dan mau diapakan kami-kami para penghuni warung cinta setelah mereka obrak-abrik"  Asih terus berbilang pada Mamihnya.

"Lihatalah.......!" lanjut Asih, " mereka bisanya hanya mengacau dan memusnahkan lokasi-lokasi kami tanpa kelanjutan yang pasti mau diapakan dan dikemanakan kami..tidak jelas bukan,padahal kebutuhan hidup kami sudah jelas,tak bisa menunggu terus atau berharap pada pria-pria beringas berjubah suci itu untuk membayar listrik kami,untuk membayar uang sekolah kami,untuk makan kami,untuk berobat kami,,dan,,dan dan sejuta..kebutuhan kami...".

"Mamih..aku akan tinggal di sini di warung cinta kita ini sampai Mamih tiada atau sampai kita benar-benar ada yang menolong dengan Malikat penolong,mengangkat kita dari sini bukan dengan kekerasan,tetapi mengangkat kita dengan manusiawi ",Asih bicara lagi ke Mamihnya sambil melempar kembali tasnya ke ranjang mesum seribu kenangannya.

***

Mas Rambo telah datang dengan Truknya,dan teriak bertanya dari balik pintu mobilnya,"... Asih.. ayo kita pergi saya tak bisa mampir nih harus segera tiba magrib nanti di Gudang pak Boss".

Asih menjawab dari pintu Warung Cintanya di Tepian Dermaga ," Asih tak akan naik mobil Mas Rambo,Mas Rambolah sini dulu naikkin tubuh Asih sekarang...mumpung masih siang..."

Mas Rambo," hah...jadi kamu tidak akan jadi pulang kampung...?"

(Tamat,) Aang Wierodjampang.

1 comments:

Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.